Simbol budaya ( Tanjak \Mahkota kain)
Tanjak/Mahkota
Kain/ikat-ikat/Tengkolok adalah salah satu perlengkapan pakaian di Palembang,
yang dipakai oleh para bangsawan hingga tokoh masyarakat pada saat itu dan
hingga sekarang bahkan setelah dihapuskannya Kesultanan Palembang Darussalam
pada tahun 1823 oleh kolonial belanda, Tanjak masih tetap eksis dan
dipakai oleh masyarakat Palembang dan Sumsel sebagai simbol budaya bahkan
hingga sampe saat ini terutama dalam acara-acara penting dan adat.
Motif kain tanjak yang
banyak dipakai bahan songket, prado, dan batik dengan beberapa motif khas
Palembang yakni Kerak Mutung, Pucuk Rebung, Setanggi Cempako Lumut, dan
Setanggi Cempako Berante.
Dalam perkembangannya
motif batik gribik, dan jufri juga dipakai untuk pembuatan tanjak serta
motif-motif lainnya.
Tanjak/Mahkota
kain/ikat-ikat/tengkolok, merupakan sebuah ikat kepala yang terbuat dari kain
yang kemudian dianggap menjadi ciri khas dari bangsa melayu atau ciri khas dari
pemakainya dan asal daerahnya.
Dengan tanjak orang
mengenal berasal dari mana si pemakai tanjak. Tanjak dibuat dari kain
persegi empat dengan ukuran kurang lebih 1m x 1m yang dilipat sedemikian rupa
hingga membentuk Tanjak/mahkota kain/ikat-ikat/tengkolok.
"Sebagai
kesimpulan kata tanjak bukan singkatan dari kata tanah yang dipijak, akan tetapi
menunjukan sesuatu yang ditinggikan bukan direndahkan, dan di dalam tubuh
manusia kepala adalah tempat tertinggi dan dimuliakan
Sehingga sudah
seharusnya (Patut) kain Tanjak/mahkota kain/ikat-ikat/tengkolok diletakkan
di atas kepala. Sedangkan ikatan (simpul) yang berada pada tanjak melambangkan
tentang persatuan/ikatan, ada juga yang mengartikan sebaga ikatan
pernikahan/kekeluargaan.
Simpul terbagi menjadi
dua bagian simpul kiri dan kanan. Sebagai penanda ikatan
pernikahan/kekeluargaan ataupun persaudaraan. Dari ikatan pernikahan inilah
terjalinnya simpul persaudaraan/kekeluargaan dan menandakan asal usul dari mana
dia berasal, tanjak menunjukkan ciri khas daerah asal si pemakai.
Komentar
Posting Komentar